Gunung-Gunung yang Terdapat di Sekitar Bandung
Gunung-Gunung yang Terdapat di Sekitar Bandung
Bandung merupakan cekungan yang terbentuk akibat letusan Gunung Sunda Purba dimana Gunung Sunda Purba itu kemudian runtuh, dan membentuk suatu kaldera (kawah besar yang berukuran 5-10 km) yang ditengahnya lahir Gunung Tangkuban Parahu, yang disebutnya dari Erupsi A dari Tangkuban Parahu, bersamaan pula dengan terjadinya patahan Lembang sampai Gunung Malangyang, dan memisahkan dataran tinggi Lembang dari dataran tinggi Bandung. Kejadian ini diperkirakan van Bemmelen (1949) terjadi sekitar 11.000 tahun yang lalu.
Suatu erupsi cataclysmic kedua terjadi sekitar 6000 tahun yang lalu berupa suatu banjir abu panas yang melanda bagian utara Bandung (lereng Gunung Sunda Purba) sebelah barat Sungai Cikapundung sampai sekitar Padalarang di mana Sungai Citarum Purba mengalir ke luar dataran tinggi Bandung. Banjir abu vulkanik ini menyebabkan terbendungnya Sungai Citarum Purba, dan terbentuklah Danau Bandung.
Bandung kota dan sekitarnya, pada masa lampau merupakan danau yang dikenal dengan Danau Bandung. Keadaan yang sekarang terlihat merupakan pedataran yang biasa disebut dengan istilah “Cekungan Bandung” (BandungBasin). Daerah sekitar cekungan tersebut, diperkirakan dahulu merupakan tepian danau sehingga banyak diperoleh sisa-sisa aktivitas manusia masa lampau (Koesoemadinata, 2001).
Berikut adalah gunung-gunung yang terdapat di Bandung dan bisa di kunjungi di akhir pekan ataupun pada saat musim liburan, gunung-gunung eksotik yang bisa anda datangi untuk menghilangkan kepenatan akibat rutinitas kita.
Gn. Kendang 2.617 m Lokasi Bandung Selatan/Garut
Gn. Patuha 2.434 m Lokasi Bandung Selatan
Gn. Puncak Besar 2.343 m Lokasi Bandung Selatan
Gn. Malabar 2.329 m Lokasi Bandung Selatan
Gn. Kaledong 1.249 m Lokasi Bandung Selatan/Garut
Gn. Puntang (Malabar) 2.231 m Lokasi Bandung Selatan
Gn. Bukittunggul 2.209 m Lokasi Bandung Utara/Subang
Gn. Urug 2.205 m Lokasi Bandung
Gn. Gambungsendaningsih 2.194 m Lokasi Bandung
Gn. Wayang 2.196 m Lokasi Bandung Selatan
Gn. Kencana 2.182 m Lokasi Bandung Selatan/Garut
Gn. Windu 2.147 m Lokasi Bandung
Gn. Waringin 2.140 m Lokasi Bandung
Gn. Haruman 2.083 m Lokasi Bandung
Gn. Masigit 2.078 m Lokasi Bandung
Gn. Burangrang 2.064 m Lokasi Bandung Utara/Purwakarta
Gn. Takuban Parahu 2.076 m Lokasi Bandung Utara/Subang
Gn. Pasir Cadas Panjang 2.066 m Lokasi Bandung
Gn. Tilu 2.043 m Lokasi Bandung
Gn. Tambakruyung 1.994 m Lokasi Bandung
Gn. Pangparang 1.978 m Lokasi Bandung Timur/Sumedang
Gn. Tikukur 1.960 m Lokasi Bandung
Gn. Rakutak 1.959 m Lokasi Bandung
Gn. Kendeng 1.901 m Lokasi Bandung
Gn. Sanggar 1.880 m Lokasi Bandung
Gn. Sunda 1.862 m Lokasi Bandung Utara/Purwakarta
Gn. Manglayang 1.835 m Lokasi Bandung Timur/Sumedang
Gn. Mandalawangi 1.628 m Lokasi Bandung
Gn. Bubut 1.333 m Lokasi Bandung
Gn. Nini Ketinggian belum terdata Lokasi Bandung
Gn. Palasari Ketinggian belum terdata Lokasi Bandung
Gn. Puntang (Papandayan) Ketinggian belum terdata Lokasi Bandung/Garut
Gn. Sanggara Ketinggian belum terdata Lokasi Bandung/Subang/Sumedang
Itu sementara beberapa gunung yang mengelilingi Bandung, dan masih banyak gunung kecil/bukit yang belum di masukan ke catatan ini tapi setidaknya beberapa gunung ini sudah cukup dikenal warga dan bisa menjadi refrensi kegiatan wana wisata kita.
Sumber : http://sekitar-bandung.blogspot.com/
Tips Berpakaian di Gunung : Layering System!
“Kamu pakai apa sih kalau naik gunung?”
Ehm, saya kadang suka heran melihat orang yang sedang mendaki, tapi setelannya udah kayak mau ke mall.
Nggak salah sih, tapi menurut saya naik gunung – atau backpacking ke alam bebas – adalah salah satu bentuk olahraga. Dan olahraga seharusnya memakai pakaian olahraga, kan? Rasa-rasanya aneh kalau kita main futsal tapi pakai kemeja flanel dan jeans.
Memang terlihat nggak aneh sih, justru keren. Tapi saya jamin, yang pakai pakaian keren seperti itu pasti nggak nyaman sama sekali.
Saya menganut layering system dalam berpakaian ketika melakukan kegiatan pendakian. Sistem pelapisan pakaian ini memungkinkan kita untuk mengatur temperatur tubuh kita dengan menyesuaikan lapisan yang dikenakan.
Jadi, kita nggak perlu bawa jaket-jaket tebal yang terlalu besar macam mau ke kutub utara gitu…
Ada tiga lapis yang perlu kita ketahui. Lapisan pertama (base layer) yang langsung menyentuh kulit untuk mengatur kelembaban; lapisan kedua (insulating layer) untuk melindungi dingin dan memberi kehangatan #eaaa; dan lapisan terakhir (shell layer) adalah melindungi kita dari cuaca alam bebas.
Mari kita lihat satu-satu yuk kaka ~
1. Base Layer : Pengatur Kelembaban
Lapisan pertama ini tujuannya tak hanya untuk menyerap keringat, tetapi juga membuatnya menguap ke lapisan berikutnya. Makanya saya tak menyarakan memakai bahan katun karena hanya akan menyerap keringat, tapi tak bisa menguapkannya.Keringat di baju nggak menguap = lepek lepek basah dan bau nggak sedap mirip sambel oncom basi. Been there dan nggak mau lagi hihi.
Lebih lagi, bahun katun bisa meningkatkan resiko hipotermia. Saya pernah memakai katun sebagai base layer dibawah jas hujan. Padahal air sama sekali tak tembus, tetapi karena berkeringat dan tak menguap, saya pun merasa kedinginan.
Untuk base layer ini, lebih baik memakai bahan seperti wol atau sintetis seperti polyster. Karena bahan-bahan ini tak hanya menyerap keringat, tapi juga mentransfernya ke lapisan luar baju.
Hasilnya : badan kita lebih kering saat berkeringat, dan baju juga akan cepat kering setelah itu. Dan yang paling penting : NGGAK BAU :))
2. Insulating Layer
Insulating layer ini fungsinya buat “menjebak” udara panas di dekat tubuh sehingga kita akan tetap hangat. Untuk lapisan ini, saya menyukai bahan serat alami seperti sweater berbahan bulu angsa (down).Bahannya sangat ringan dan kecil saat dipacking. Tapi hanya bisa dipakai saat keadaan kering. Tapi belum lama saya melihat websitenya the north face ada teknologi bernama thermoball, bahan yang menyerupai down tetapi bisa tetap digunakan walaupun basah.
Bahan selain down yang populer ada fleece, di Indonesia umumnya disebut sebagai bahan ‘polar’. Polar ini sebetulnya adalah salah satu teknologi per-fleece-an. Tapi biasa, orang Indonesia suka menyebut brand sebagai nama benda tersebut.
Fleece juga ringan, menahan panas dengan baik, tetapi agak besar saat dipacking karena bahannya yang cenderung tebal. Jaket fleece biasanya jauh lebih murah daripada down.
Untuk musim dingin, tinggal mengganti lapisan kedua ini dengan bahan down atau fleece yang lebih tebal. Biasanya ada level-nya kok mild, chill, cold; macam keripik maicih.
3. Shell Layer
Lapisan terakhir ini sangat penting untuk cuaca di gunung yang tak bisa ditebak. Lapisan ini penting, karena mencegah air masih ke dua lapisan bawah. Jika air sudah masuk, maka hancur sudah fungsi layering ini.Shell dapat berupa jaket windproof (anti-angin) biasa hingga jaket windproof-waterproof-breathable dengan teknologi macam-macam yang harganya bisa buat beli sepeda motor bekas.
Saat membeli jakcet shell, pastikan ukurannya pas saat kita memakai dua lapisan di bawahnya.
Lebih baik gunakan shell yang beritpe windproof/Waterproof/breathable : Ini tipe yang paling saya sarankan. Teknologi seperti Gore-Tex masuk dalam kategori ini. Tipe ini menahan air, menahan angin, tetapi tetap bisa membuang uap keluar. Jadi saat memakainya di tengah terik matahari pun tak akan terlalu gerah.
Ada juga tipe yang lebih murah seperti hanya windproof, atau windproof/waterproof. Tapi untuk kegiatan alam bebas yang tentunya tingkat pergerakannya tinggi, saya menyarankan tipe yang breathable agar lebih nyaman. Lebih mahal sih memang, tapi gak akan menyesal saat kamu pakai di gunung.
4. Lapisan Tambahan – your style layer.
Ini adalah lapisan yang bisa kita bawa buat narsis. Tapi jangan dipakai pas jalan ya, pas foto-foto aja. Have fun! :))Untuk bawahan, sebetulnya sama saja seperti lapis pertama baju. Yang penting bahan yang cepat kering, dan kalau bisa sekalian waterproof & breathable, sehingga gak perlu repot-repot bawa ponco segala.
JANGAN PAKE JEANS YA! :)
Sumber : wiranurmansyah.com
Untukmu, Pendaki Gunung yang Sederhana
Kamu yang Selalu Menemaniku di Setiap Pendakian, Momen yang Saat Itu yang Palingku Tunggu
Apalagi kalau bukan mendaki sebuah tempat yang selalu membuatku jatuh hati untuk terus berkunjung kesana. Tempat dimana aku selalu bersama denganmu, iya denganmu. Seseorang yang membuatku terpaku dan terdiam ketika dihadapanmu.Seorang Pria sederhana yang membuatku bertahan walaupun tak pernah meminta. Hampir seluruh tempat tertinggi di Jawa sudah kau datangi, sebuah tempat yang selalu menjadikan dirimu apa adanya
"Minggu depan temen-temen ngajak gue ke Gunung Lawu, ikut yuk?!!"Kau selalu dan selalu mengajakku untuk melihat indahnya tempat lahir kita, INDONESIA.
Kau yang Tak Pernah Suka Ketika Orang Lain Memuji Segala Tindakannya
Ya, aku jatuh hati pada pria sederhana dihadapanku ini. Pria yang selalu merendahkan dirinya dihadapan orang lain. Pria yang selalu bijaksana dalam rombongan pendakian. Pria yang selalu sabar dalam perjalanan. Pria yang selalu terlihat tangguh namun dia sangat lelah. Dan dia adalah pria yang selalu mengajak kawannya tidak lupa pada Sang Pencipta."udah waktu dzuhur, break 20 menit kita sholat sama istirahat sebentar"Ujarmu yang kala itu matahari tepat di atas kepala kita saat pendakian 3142mdpl.
Kesederhanaannya yang Membuatku Selalu Percaya dengan Kata-Katanya.
Aku tak tahu mengapa aku bisa jatuh hati padamu, Kau sama sekali tak tampan, Kau hanya berkharisma. Kau tidak kaya akan harta, kau hanya memiliki hati yang tak ternilai. Kau bukan pria sempurna, Kau hanya pria biasa. Kau yang selalu mengingatkanku untuk selalu dan selalu peduli pada orang lain. Kau bukan berasal dari komunitas,organisasi atau yang berhubungan dengan pecinta alam, kau hanya seorang pria yang mencintai alam ini setulus hatinya."Jangan pernah sombong, kita hanya makhluk ciptaan-Nya yang sangat kecil. Tugas kita cuma ngejaga alam ini buat anak cucu kita nanti"Ucapanmu saat kita berada di Surya Kencana 2958mdpl.
Dia Tidak Bisa Menunjukkan Perhatiannya Layak Pria-Pria Lainnya.
“Hey, masih kuat?”dia selalu bertanya seperti itu ketika aku kelelahanDi sela-sela pendakian melewati jalur yang terjal, di mana lutut dan jidatku bertemu, dia selalu memberikan senyumannya, senyuman penyemangat bagiku.
“Masih kok” jawabku.
Aku tak pernah mengerti, mengapa aku bisa jatuh cinta padanya? Aku tak bisa menemukan alasannya, yang kurasa hanya nyaman ketika berada di dekatnya. Nyaman walau hanya berada didekatnya
Dinginnya Angin Malam, Hiasan Bintang Dilangit dan Temaram Lampu Kota.
Ketika senja sudah tiba, kami bermalam mendirikan tenda di tempat yang paling indah. Kenapa? Karena ditempat itu kami bagaikan bermandikan cahaya.Ketika pendakian, saat kepala kami menengadah kami hanya bisa melihat akar dari pohon-pohon besar yang membantu kami untuk terus melaju tapi kali ini kami melihat langit yang bertaburan jutaan bintang begitupun ketika kami melihat kebawah, hamparan lampu jalanan pantura dan kapal-kapal dilaut dilaut jawa terlihat. Allahu Akbar, Ya Allah terima kasih telah memberikan aku segalanya.
“Bagus 'kan?” ucapnya dia tiba-tiba disampingkuSang Maha Esa telah memberikan keindahan yang berlimpah. Terimakasih.
“Iya, bagus banget” aku sudah tak mampu untuk berkata-kata lagi.
Maafkan Aku yang Masih Sering Menyusahkanmu
Aku memang tak sanggup untuk membawa carrier besar seperti pendaki wanita lainnya. Aku hanya bisa membuatkanmu makanan dan secangkir kopi hangat kesukaannya, kopi hitam yang tak terlalu manis.Kau selalu mengucapkan “Kopinya enak, makasih yak”Kau selalu mengucapkan “Kopinya enak, makasih yak”Saat itu aku hanya bisa diam ketika di depanmu.
Sumber : Hipwee.com
Stop Meremehkan Gunung! Kamu Terlalu Berharga Untuk Mati Konyol di Sana
Tapi, gunung—dan alam pada umumnya, menyimpan bahaya bagi siapa saja yang lengah dan kurang persiapan, sekalipun tempat itu tampak mudah digapai. Memang ada sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang bisa tewas di gunung. Tapi, kalau ada yang bisa kita cegah, kenapa gak berusaha semaksimal mungkin untuk itu?
Blia sudah waktunya menjemput, maut memang tak dapat dicegah. Tapi, kematian para pendaki bisa menjadi pelajaran berharga buat kita yang hendak mengangkat keril dan pergi
Long weekend May Day tanggal 1-3 Mei 2015 kemarin gak cuma bikin penampilan Goa Pindul jadi kayak es cendol, tapi juga menelan korban jiwa di beberapa objek wisata. Yanuru Aksanu Laila (23) tewas terjatuh dari tebing saat bermaksud untuk selfie di air terjun Coban Sewu, Lumajang, pada Jumat (1/5/2015) lalu. Menurut otoritas setempat, korban tewas karena terpeleset dari tebing yang sebenarnya sudah dipasang rambu dilarang untuk dilalui.Lalu, kabar paling baru adalah Andri Cahya Nugraha (23), pendaki asal Cileungsi yang tewas karena terpeleset di Gunung Batu Jonggol yang terletak di Desa Sukaharja Kecamatan Sukamakmur. Meski tingginya cuma 875 mdpl, Gunung ini memiliki trek yang lumayan ekstrem.
Mundur lagi ke belakang, pertengahan April 2015 lalu seorang pendaki Gunung Sindoro, Ahmad Zaenuri, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, juga ditemukan tewas setelah dua pekan hilang di gunung karena terpisah dari rombongan saat turun gunung.
November 2014, Achmad Fauzy (30), mahasiswa S-2 Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, tewas saat mendaki Gunung Semeru akibat tertimpa batu. Saat itu, korban bersama dua rekannya memaksa naik ke puncak, meski saat itu pendakian cuma diperbolehkan sampai ke Kalimati karena angin kencang dan cuaca yang tidak menentu.
Sementara, rekor terburuk terjadi pada Desember 2013 silam, di mana ada tiga pendaki yang tewas dalam waktu sepekan. Yang pertama adalah Shizuko Rizmadhani (16), siswi SMA Negeri 6 Bekasi yang meninggal Selasa (24/12/2013) malam di Kandang Batu (2.220 mdpl), atau pada pos pendakian ke puncak Gunung Gede, Cianjur, Jawa Barat. Gadis belia ini meninggal karena hipotermia.
Hanya sehari berselang, Endang Hidayat (53), warga Sepanjang Jaya Rawa Lumbu, Bekasi. juga meregang nyawa saat mendaki Gunung Semeru. Korban dilaporkan meninggal dunia sekitar pukul 18.00 WIB di Pos Waturejeng (2.300 mdpl) karena serangan jantung. Padahal, Endang dikenal sebagai pendaki gunung berpengalaman. Empat hari setelahnya, Gatot Handoko (40) juga meninggal dunia saat mendaki Gunung Ijen akibat kelelahan.
Daftar pendaki yang tewas di gunung masih panjang. Jangan sampai kematian mereka sia-sia. Dari kematian mereka, ada pelajaran berharga yang tidak boleh kita abaikan. Kita gak boleh jatuh ke lubang yang sama.
Faktor alam memang tak sepenuhnya bisa dikontrol. Tapi tentu ada yang bisa kita antisipasi agar tak perlu mati konyol
“Valar morghulis—all men must die.” (Semua manusia pasti akan mati).Penggemar serial Game of Thrones pasti paham kata-kata di atas; kematian bisa mengintai di setiap tikungan jalan.
Ya, inilah akan kita hadapi sekalinya kita melangkahkan kaki di jalur pendakian. Di hadapan belantara gunung, baik pendaki pemula maupun yang berpengalaman sama-sama menghadapi risiko kematian tanpa pandang bulu. Yang membedakan antara batas hidup dan mati ini tak cuma masalah peralatan dan logistik, tapi juga kesiapan fisik dan mental serta yang terpenting: kemampuan untuk menakar dirinya sendiri.
Kalau diperhatikan, ada dua faktor utama yang bisa menyebabkan kecelakaan atau kematian di gunung: faktor human error serta faktor alam.Faktor alam ini adalah faktor yang gak bisa dikontrol oleh manusia, tapi masih mungkin untuk diprediksi atau dihindari. Contohnya, gempa besar yang menimpa Nepal beberapa waktu lalu tak cuma memporak-porandakan kota Kathmandu, tapi juga mendatangkan bencana besar pada pendaki yang lagi melakukan pendakian di Gunung Everest. Salju longsor menyebabkan puluhan pendaki tewas dan ratusan lainnya hilang. Bencana ini tentu tidak bisa dikontrol datangnya.
Meski kondisi alam di gunung sulit ditebak, tapi faktor alam yang membahayakan ini harusnya bisa diprediksi dan dihindari. Di pos pendakian, pendaki biasanya sudah diwanti-wanti oleh ranger agar mendaki sampai batas tertentu aja. Terkadang, jalur pendakian juga ditutup sama sekali, ‘kan? Selain untuk memulihkan ekosistem, juga untuk melindungi pendaki dari cuaca ekstrem yang membahayakan keselamatan pendaki.
Faktor kesalahan manusia mestinya lebih gampang diantisipasi. Sayangnya, justru ini yang paling mudah disepelekan pendaki
Kini, gunung gak cuma eksklusif buat pecinta alam dan pendaki gunung yang “niat” aja. Tren wisata gunung juga telah menghasilkan wisatawan-wisatawan gunung yang mendaki demi gaya-gayaan tanpa persiapan yang memadai. Mendaki dianggap kayak wisata ke pantai: cuma membawa bawaan seadanya, tanpa tenda, pakaian ganti, bekal logistik, serta pengetahuan yang cukup. Bahkan, tak jarang pula mereka cuma pake sandal jepit!Selain perlengkapan dan perbekalan, faktor kesiapan fisik dan mental pun patut diperhitungkan. Faktor yang ini gak cuma diabaikan pendaki pemula, kadang pendaki yang udah berpengalaman pun menyepelekannya. Padahal, inilah yang justru menentukan hidup matimu di gunung.
Fisik yang tidak siap, bisa bikin tubuh kamu kelelahan atau nge-drop, jatuh sakit, bahkan meninggal dunia. Kalau memang udah gak kuat, mendingan segera minta turun daripada kamu terlambat mendapatkan pertolongan.
Mental juga memainkan peranan yang gak kalah penting untuk keselamatanmu selama di gunung. Yang dimaksud mental di sini bukan cuma kemauan kuat untuk menaklukkan gunung, lho. Kesiapan mental meliputi kemampuan untuk menakar diri sendiri dan sekitar kita serta kemampuan untuk tetap tenang di saat krisis, misalnya saat tersesat, terpisah dari rombongan, atau ketika ada rekan yang keadaannya gawat dan butuh pertolongan.
Sebaik-baik pendakian adalah yang bisa mengantarkanmu selamat pulang. Bagaimana agar kejadian mati konyol ini tidak terulang?
Biar gak mati konyol di gunung, kewaspadaan adalah hal yang paling penting untuk menjaga dirimu. Stop mendaki cuma buat gagah-gagahan atau demi foto keren di media sosial—emangnya kamu udah siap mati cuma gara-gara alasan sepele itu? Kalau kamu memang pendaki pemula dan ingin mendaki dengan benar, perhatikan dulu saran-saran yang ditujukan bagi pendaki pemula ini. Kamu juga bisa latihan mendaki dengan menapaki gunung-gunung yang ramah terlebih dulu.Yang kedua, pastikan kamu melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya. Gunung bukan tempat wisata yang bisa didatangi begitu aja. Siapkan peralatan dan ketahui bagaimana cara packing keril yang baik serta manajemen logistik. Berolahragalah sebelum mendaki. Dan yang terpenting, kamu harus siap mental untuk sampai ke puncak, tapi juga harus berani mundur bila pendakian tidak mungkin dilanjutkan.
Terakhir, pahami etika pendakian dan patuhi aturan. Etika, aturan dan rambu-rambu bukan cuma hiasan, tapi demi menjaga harmonisasi dengan alam maupun keselamatan para pendaki. Ketika ada larangan dari petugas, ya patuhi! Melanggar aturan di gunung sama aja dengan mempertaruhkan nyawamu di selembar benang tipis. Kalau kamu ogah menuruti etika dan aturan, sebaiknya urungkan saja niatmu mendaki!
Sehebat-hebatnya manusia, kita memiliki batasan. Dan kemampuan kita bukanlah apa-apa di hadapan gunung dan alam. Lagian, mati di gunung karena mengabaikan aturan dan menyepelekan medan gak akan membuat dirimu jadi legenda.
Ingat, keberhasilan sebuah pendakian bukanlah ditentukan dari seberapa cepat kamu sampai ke puncak, melainkan bilamana kamu kembali dengan selamat.Sumber : Hipwee.com
5 Dosa Para Pendaki Gunung yang harus dihindari
ADA sebuah anggapan bahwa mendaki gunung itu adalah sebuah tindakan yang keren dan gagah. Ada rasa bangga ketika sudah menginjakan kaki di puncaknya. Namun, sadarkah kita bahwa kita yang mengaku pecinta, ataupun penikmat alam, bisa jadi adalah seorang perusak alam?
1. Melakukan kegiatan pendakian massal (non-konservatif)
Mungkin kita sudah tahu tentang sebuah brand perlengkapan outdoor yang melakukan pendakian massal ke gunung Semeru beberapa waktu lalu.Saya sempat diajak teman karena dalam iklannya pendakian ini dibumbui oleh kata-kata bersih-bersih gunung, tanam pohon, dan konservasi. Kenyataannya? Semeru menjadi tempat sampah dan potensi rusaknya ekosistem makin besar.
Sebelum mengikuti pendakian massal, ada baiknya survey terlebih dahulu. Berapa kapasitas gunung tersebut, berapa jumlah pendaki yang dibolehkan ikut oleh panitia, dan hal yang terkait dengan konservasi lainnya. Jadilah pendaki yang bertanggung jawab, sob!
2. Andil besar mencemari lingkungan
Saya pernah naik gunung dengan seorang rekan yang kelihatannya sudah ‘senior’ dalam hal mendaki. Namun, ditengah perjalanan istirahat, saat ia memakan sebuah makanan ringan, dengan ringannya pula ia membuang sampah itu sembarangan.Itulah potret kebanyakan pendaki yang tidak paham akan konservasi. Apa sulitnya sih membawa sampah di dalam tas?
Di lain waktu, saat saya sedang ingin mengambil air di sebuah mata air, terlihat seorang pendaki yang sedang menikmati ritual B*B di mata air itu! Apa dia tidak berfikir orang akan minum dari sana? Sebegitu sulitkah menggali lubang di tanah? Kucing saja masih bisa lebih pintar!
Banyak juga pendaki-pendaki yang masih saja menggunakan bahan-bahan kimia yang bisa merusak. Jangan heran kalau menemukan bungkus sabun/shampo yang tergeletak dekat di mata air.
3. Bersikap acuh tak acuh dan pasif.
Menganggap tugas konservasi itu adalah tugasnya penjaga Taman Nasional, porter, dan LSM lingkungan adalah bukan hal yang benar.Padahal pendaki sendirilah yang punya bagian besar dalam menjaga lingkungan. Banyak oknum pendaki juga tidak mengindahkan kearifan lokal yang telah ditetapkan masyarakat setempat. Tertulis ataupun tidak tertulis.
Seringkali mitos-mitos mistis di gunung itu sebetulnya adalah usaha untuk konservasi dari masyarakat. Jangan sampai bilang begini, ” Saya bukan pecinta alam, kok. Cuma penikmat alam. Jadi bukan tugas saya dong untuk konservasi?”
4. Merusak keasrian gunung
Tidak sulit menemui corat-coret vandalisme di bebatuan, batang pohon, bahkan pos pendakian. Mengambil flora & fauna langka seperti bunga edelweiss, bertindak sembrono sehingga mengakibatkan kebakaran hutan. Puntung rokok dan bekas api unggun yang masih menyala, membuka jalur yang tidak seharusnya, membuang tissue basah kotor seenaknya dan masih banyak lagi.5. Tidak membagikan pengetahuan tentang pendakian konservatif
Tak dipungkiri, mendaki gunung sekarang sudah terkesan menjadi sebuah ‘wisata’.Apalagi banyak pengaruh dari acara televisi, film, blog, forum dan banyak media lainnya. Membagikan semangat mendaki gunung kepada orang-orang baru tanpa dibarengi semangat konservasi hanya akan menjadikan para pendaki tersebut menjadi generasi pendaki yang cenderung antipati terhadap lingkungan dan hanya mementingkan kesenangan semata.
Sebagian dari kita mungkin pernah melakukan hal atas, secara sengaja maupun tidak sengaja. Yang pernah, tolong jangan diulangi lagi dan mari saling mengingatkan kepada rekan pendaki yang lain. Semoga gunung-gunung Indonesia masih bisa dinikmati anak-cucu kita nantinya. Aammiinn!
Salam lestari!
5 Kejanggalan dalam Pendakian Film 5cm
Ini bukan kritikan. Saya suka film ini, juga penggemar 5cm dari saat pertama kali novel terbit. Hanya sedikit ingin berbagi tentang pendakian di Mahameru — yang menurut saya ada beberapa hal di film ini yang sedikit janggal. Ya, ini memang cuma film, saya tahu itu :)
SIAPA yang berani menyangkal keindahan alam Mahameru?Film 5 cm – yang mengekspos keindahan gunung Semeru – secara tidak langsung pasti akan membuat darah beberapa orang bergejolak untuk mencicipi tanah tertinggi di pulau jawa tersebut.
Namun, tidak semua orang paham bahwa mendaki gunung ‘sungguhan’ seperti semeru itu relatif sulit dan tidaklah semudah ‘wisata alam’ seperti gunung bromo yang hanya perlu menaiki jeep dan tangga untuk sampai ke puncaknya.
Bahkan, menyebutnya sebagai sebuah tempat ‘wisata’ pun kita perlu berpikir panjang. Tidak, tidak. Saya tidak akan mengkritisi film ini, bahkan saya menyukainya karena 5cm adalah salah satu novel favorit saya. Here’s the point you should consider before reaching Semeru.
1. Menggunakan celana jeans
Jeans, jika terkena air, akan menjadi sangat berat. Keringnya pun memakan waktu lama. Belum lagi saat di packing akan tidak efisien karena terlalu besar.Mendaki gunung-gunung Indonesia yang notabene adalah hutan hujan tropis, tentu akan selalu bertemu dengan cuaca lembab dan hujan. Pakaian yang basah dan tidak lekas kering bisa mempersulit pergerakan, menyebabkan kedinginan hingga hipotermia, dan akan menambah berat beban yang dibawa pendaki.
Sebaiknya, gunakan celana yang terbuat dari bahan seperti polyster. Selain ringan, bahan tersebut juga cepat kering jika basah. Lebih baik lagi gunakan bahan yang bisa tahan air tetapi tetap breathable, walaupun mungkin dengan harga yang cukup mahal.
Menurut saya, film 5cm ingin tetap terlihat ‘fashionable’ sehingga penggunaan jeans lebih diminati. Ah, tetapi film-film adventure super keren seperti vertical limit atau 127 hours tetap menggunakan peralatan lengkap dan standar kok. Eh tapi katanya ini film tentang persahabatan ya?
2. Tidak membawa air yang cukup
Ini adegan yang cukup aneh. Gila lebih tepatnya. Saat tiba di kalimati, mereka malah meminta air kepada pendaki lain. Satu setengah liter air untuk berenam, dan mereka langsung naik ke Arcopodo!Padahal, sumber mata air terakhir ya di kalimati itu. Saya sendiri waktu naik ke puncak membawa dua liter air untuk masing-masing orang.
Oh, porter-nya lupa di shoot mungkin, hehe.
3. Backpack/carrier yang terlihat sangat ringan
Saya nyengir-nyengir saat adegan di stasiun senen ini. mereka masing-masing muncul dengan backpack-nya yang terlihat kempes. Tas nya genta masih terlihat gulungan matras-nya yang melompong.Dan, yang membuat saya tertawa adalah adegan Ian berlari mengejar kereta dengan membawa carrier besar dan satu kerdus indomie! Hebat banget tenaganya bro!
4. Terlalu memaksakan diri untuk pendaki pemula
Genta adalah seorang leader pendakian yang sangat ceroboh dan mengambil resiko terlalu besar.
Dengan membawa teman-temannya yang baru pertama kali naik gunung, ia langsung mengambil jalan menjuju kalimati, tanpa istirahat terlebih dahulu di Ranu Kumbolo.
Memang, dari ranupane (basecamp awal) ke ranu kumbolo hanya 4 jam, pun demikian dari ranukumbolo ke kalimati. Tapi, malam harinya mereka kan menempuh perjalnan ke puncak. Sekuat apapun, melakukan perjalanan dengan jalan kaki lebih dari enam jam menanjak dalam satu hari adalah penyiksaan, setidaknya menurut saya.
5. Informasi yang kurang tepat
“Kalo hujan abu begini apa kita boleh ke puncak, pak?” tanya riani ke salah satu pendaki di kalimati.“Oh, boleh-boleh saja. Ini normal. Tapi jam 9 harus kembali ya,” ujar pendaki tersebut.
Kabarnya, setelah siang datang, awan beracun wedhus gembel akan mengarah ke area puncak mahameru mengikuti arah angin. Ini tidak sepenuhnya salah. Tapi, setelah perbincangan saya dengan pak Sinambela petugas taman nasional, angin bisa berubah kapan saja tanpa mengenal waktu. Saya sendiri mengalaminya di tengah perjalanan ketika naik ke puncak saat jam tiga pagi. Bau belerang tercium keras dan awan dari kawah terlihat hampir di atas kami. Setelah menunggu satu jam, arah angin baru berubah kembali.
Satu hal lagi, puncak Mahameru sebetulnya ditutup untuk pendakian. Tertulis jelas di peraturan TN semeru pendakian hanya dibolehkan sampai kalimati. Lebih dari itu, pihak taman nasional tidak bertanggung jawab. Kita bahkan diminta untuk menandatangani surat perjanjian di atas materai bahwa akan selalu menaati peraturan tersebut. Pada musim ramai, memang ada ranger yang menjaga pendaki agar tidak ke puncak. Selain itu, cuma kesadaran dan disiplin kita yang menentukan.
6. [Tambahan dari komentar] Berenang di Ranu Kumbolo
Jelas-jelas tertulis di peraturan pendakian, dan juga papan larangan disana. DILARANG BERENANG DI RANU KUMBOLO.Pernah ada kejadian orang yang tenggelam di Ranu kumbolo ini. Pokoknya, keselematan itu yang utama. Tidak usah merasa sok-sok jagoan kalau digunung, atau dimanapun.
**
Banyak pro dan kontra yang timbul setelah munculnya film 5cm ini. Tidak mungkin juga membendung keinginan orang-orang yang akan naik ke semeru. Juga tidak mungkin melarang mereka naik, gunung ini milik kita bersama kok.
Menurut saya, pemeriksaan standar keamanan pendakian di taman nasional harus diperketat untuk mencegah para “pendaki 5cm” ini mendaki jika standard peralatan mereka belum memadai. Walaupun ini sulit sekali dalam prakteknya.
Nah, tugas kita lah sebagai orang yang lebih paham. Para pendaki, mapala, klub-klub pendaki, atau siapapun untuk memberi arahan tentang pendakian yang baik dan benar. Entah itu menulis di social media, membuat pelatihan, atau sekedar sharing di warung kopi. Apapun itu, yang penting bagikanlah ilmu-ilmu mendaki yang benar sehingga semeru atau gunung-gunung lainnya akan lebih terjaga.
Selalu ingat-ingat dan praktekan tiga spirit pecinta alam ini :
- Jangan tinggalkan apapun kecuali jejak
- Jangan ambil apapun kecuali gambar/foto
- Jangan membunuh apapun kecuali waktu
Langganan:
Postingan
(Atom)
Mengenai Saya
- wigwam camping rental
- wigwam camping equipment rental, melayani anda agar tetap nyaman saat di alam bebas
Diberdayakan oleh Blogger.